Catatan:

1. Gue penggemar garis keras Raditya Dika yang telah baca dan nonton semua buku dan filmnya.

2. Gue dan Raditya Dika sama-sama punya sutradara favorit yang sama, yaitu Woody Allen. 

Sebenarnya, ada tiga yang mungkin bisa masuk dalam perbandingan ini, satunya lagi adalah Kemal Palevi dengan film yang ia tulis, perankan, dan sutradarai; Youtubers dan Abdullah v Takeshi. Tapi sayang cuman dua ini yang bisa terbilang cukup sukses dan memang terlihat sekali aroma persaingannya.

Oke, gue mulai deh perbandingannya.

1. Akting

Akting Ernest Prakasa lebih bagus dari Raditya Dika, bahkan itu diakuin sendiri oleh Radit dalam sebuah dialog di film Hangout dimana Surya Saputra menyindir akting Radit yang gitu-gitu aja.

Akting Radit yang lempeng mungkin memang ia jalankan untuk membuat citra di masyarakat, tapi gue rasa untuk citra itu pun Radit sebenarnya bisa memainkannya dengan lebih baik.

Ernest Prakasa bahkan hanya setelah film Ngenest sudah bermain peran di dua film lainnya, yaitu Sabtu Bersama Bapak dan Rudy Habibie. Dan sekarang setelah Cek Toko Sebelah ia kabarnya akan bermain di sekuel Filosofi Kopi-nya Angga Dwimas Sasongko.

2. Keseimbangan Cerita dan Komedi

“Ah, namanya juga komedi, wajar ceritanya gak sesuai logika”

No, no. Jangankan komedi, bahkan fantasi pun harus sesuai logika. Gak bisa main seenak udelnya sendiri. 

Tapi kebanyakan logika juga gak baik sampai unsur komedinya ilang.

Ernest Prakasa sama Raditya Dika sama-sama mempunyai keseimbangan ini.

Dari Cinta Brontosaurus, Marmut Merah Jambu, apalagi Single… tapi justru di dua film terakhirnya Radit kehilangan itu (padahal di film Single gue udah ngerasa “wah gak salah nih Radit jadi sutradara pilem”).

Di Koala Kumal, banyak adegan yang menurut gue garing walaupun ceritanya menarik. Kebalikannya di Hangout gue ngakak gak berhenti-henti tapi gak abis pikir ending cerita yang gak sesuai logika itu.

Kalo kata mantan eh temen gue sih, “Mungkin ngejar deadline”. Hangout sama Koala Kumal emang deketan sih…

Ernest, justru di Ngenest dan Cek Toko Sebelah, berhasil menghasilkan komedi yang seimbang dengan drama (yang gak lebay), walaupun bertolak belakang dengan salah satu pernyataannya, “Gue bukan mau buat drama-komedi, gue mau bikin komedi”.

3. Fanbase

Ini mungkin yang gak dipunyai

Dalam salah satu wawancara ketika Ngenest disandingkan dengan Single bahkan Ernest berkata, “Wah, susah sih. Radit mah bagi kita udah kayak dewa”.

Radit emang karirnya gak seperti Ernest yang abis bikin 3 buku (yang itupun kebanyakan ngembangin bit stand upnya) trus jadi sutradara. Radit sempat punya karir panjang sebagai penulis mulai dari Kambing Jantan sampai Koala Kumal. 

Mungkin itu kenapa Radit bisa punya fanbase yang fanatik banget yang mungkin bisa dia pake kalo dia pengen nyalon jadi pejabat.

Salah satunya gue, yang setelah Koala Kumal yakin bakal dikecewain lagi, tapi tetap nonton Hangout di malam minggu, nontonnya dengan cowok yang sama-sama jomblo pula. Mending kalo sama cewek yang sama-sama jomblo, siapatau jadian… 

Well, gue gakada maksud apa-apa dari pos ini; kecuali agar para sineas Indonesia semakin berkembang! 2016 udah jadi tahun yang cukup baik buat kita, mari tingkatkan! 😀 

4 thoughts on “Raditya Dika dan Ernest Prakasa

  1. Hmmm… Radit emang makin kesini makin garing, Fatin….
    Pffftt…

    Tapi bener yg dikau bilang…fans garis keras-nya Radit ga bisa dianggap remeh…hahaha..

    *btw, guess who am i ?

    Like

  2. Nais… Tapi gw masih penasaran sama idealisme yang belum dikeluarkan Radit yang katanya sangat bertolakbelakang dengan karya-karya do’i selama ini. (Ernest pernah nyeletuk pada salah satu vlognya)

    Like

Leave a comment